Kamis, 06 Agustus 2009

Candi Borobudur


CANDI BOROBUDUR

Perjalanan hidup manusia di muka bumi sungguh unik dan sarat dengan misteri-misteri kebesaran yang patut dikaji secara mendalam. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling tinggi derajatnya disbanding makhluk-makhluk lain karena dibekali akal dan budi kerap melakukan perubahan-perubahan besar dan tanda-tanda ajaib pada lingkungannya. Citra Allah yang melekat pada diri manusia memang ditakdirkan untuk menampakan ke- Mahaan Sang Illahi terhadap seisi bumi.

Karya-karya besar dan agung dating silih berganti dari zaman ke zaman. Pengejawantahan dalam kisah penciptaan bumi dan alam semesta terus berlanjut dan tampak nyata dalam karya dan usaha insane manusia. Rotasi sejarah terus menggelinding dan berputar mengitari kosmos dengan meninggalakan jejak-jejak memori masa silam untuk dikenang sepanjang hayat. Rasanya pertama kali ke lokasi bersejarah ini yaitu saat menduduki sekolah SD, ingin sekali lagi mengunjungi tempat terkenal ini. Jika ada kesempatan, maka akan aku ambil untuk melihat kemegahan bangunan yang terletak di kota Magelang ini.

Kisah-kisah kebesaran masa lampau sesungguhnya tidak hanya dialami oleh suatu masyarakat tertentu di muka bumi melainkan ia menyebar sejagad. Di belahan bumi bagian barat, timur, utara, dan selatan selalu ada tanda-tanda keajaiban yang terkadang sulit dimengerti apabila dikaitkan dengan konteks perkembangan teknologi masa kini dan masa dating. Bangunan-bangunan berupa menara, pyramid, dan candi yang unik, agung, megah, besar, dan menjulang tinggi ke angkasa semuanya dibangun pada saat manusia belum menguasai teknologi. Tercatat ada tujuh keajaiban di dunia dan salah satu di antaranya adalah Candi Borobudur.

Candi Borobudur merupakan salah satu symbol keesaran bangsa Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia rupanya ingin menunjukkan dirinya sebagai salah satu bangsa yang besar dan patut dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Memang bukan factor “pamer kekuatan” yang memotivasi tujuan pembangunan candi melainkan dorongan religi dan kerinduan memiliki tempat khusus untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan Sang Pencipta Alam Semesta.

Konon, Candi Borobudur dibangun sebagai tempat bersemedi atau untuk mengheningkan cipta bagi uamat beragama Budha sesuai dengan namanya. Borobudur berasal dari kata Boro dan Budur. Boro dari bahasa Sansekerta “Byara” yang berarti kuli atau candi (tempat suci untuk keperluan ibadat), sedangkan Budur dari bahsa Bali “Beduhur” yang artinya di atas bukit. Jadi, Borobudur artinya peribadatan di atas bukit.

Sejarah menyatakan, candi yang terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ini merupakan candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Syailendra. Dibangun antara abad VII dan IX atau sekitar tahun 850 Masehi oleh Raja Samaratungga. Kini, Candi Borobudur telah mengalami dua kali pemugaran yaitu pertama pada masa penjajahan Belanda antara tahun 1907-1911 yang dilakukan oleh Theodorus Van Erp. Masa renovasi ke dua dilakukan pada tahun 1973-1983 oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO.

Keajaiban Candi Borobudur terletak pada cara pembuatan dan tata arsitekturnya yang unik. Tidak mudah untuk dimengerti bagaimana cara caranya para pekerja mulai meratakan puncak bukit dan melakukan penggalian tanah tanpa bantuan tenaga mesin, misalnya buldoser. Bagaimana membuat balok-balok batu yang jumlahnya jutaan buah dari batuan andesit, menyusun balok-balok batu yang berat menjadi sebuah bangunan besar bertingkat tujuh tanpa menggunakan teknologi beton bertulang dan semen, merekatkan balok-balok batu hanya dengan putih telur, membuat ratusan arca, ribuan relief cerita dan relief dekorasi. Sulit dibayangkan, berapa banyak tenaga, waktu, dan putih telur yang dipakai untuk keperluan itu. Apalagi lokasi candinya berada di atas bukit yang berketinggian 269 meter dari permukaan laut. Aneh tapi nyata!

Diperhatikan dari kejauhan, Candi Borobudur menyerupai stupa yang merupakan satu kesatuan dari dua bagian atau dua gaya bangunan. Stupa ialah banguan berbentuk kubah yang berada di atas lapik dan diberi paying di atasnya. Bangunan bagian atas berbentuk stupa induk berlandaskan tiga teras bulat yang menggambarkan gaya arsitektur India. Dalam konsep agama Budha, Stupa merupakan pantulan (replica) daripada alam semesta. Bangunan bagian bawah berbentuk piramida berundak-undak dengan banyak sudut persegi cirri khas gaya arsitektur Jawa yang terinkulturasi. Sedangkan secara keseluruhan Candi Borobudur tidak memiliki ruangan sebagai tanda penghormatan kepada roh-roh baik. Dengan demikian, untuk mengagumi dan menelusuri sejarah pada seluruh bagian fisiknya para wisatawan harus dapat berjalan mengelilingi candi. Cara ini dinamakan “Pradaksina”.

Dalam garis besarnya, bangunan candi terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, dinamakan “Kamadhatu”, yakni bagian pondasi yang menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsu. Terdapat 160 relief adegan dari Karmawibhangga yang melukiskan tentang hokum sebab akibat. Bagian kedua, dinamakan “Rupadhatu” menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsunya, tetapi masih terikat oleh bentuk. Terdapat empat tingkat atau lorong yang berbentuk bujur sangkar yang dikelilingi pagar langkah pada sisi luar masing-masing. Pada dinding-dinding terlihat relief berisi cerita Sansekerta, Gandawyuha, Lalitawistara, Jataka, dan Awadana. Bagian ketiga disebut “Arupadhatu” mengisahkan alam nirwana atau sunyata, dilambangkan tiga teras berundak berbentuk lingkaran.

Arca Budha yang terdapat di Candi berjumlah 504 buah. Di dalam stupa berlubang dari tiga teras di bawah stupa stupa induk terdapat 72 buah arca yang disebut “Wajra Satwa”. Di dalam relung-relung pada tingkat Rupadhatu terdapat arca sebanyak 432 buah, disebut “Dyani Budha” dimana setiap sisi candi dari tingkat I sampai tingkat IV mempunyai sikap tangan “Mudra”. Sisi sebelah timur adalah “Aksyoba” dengan sikap tangan Bumi “Sparsa” symbol kekuatan iman. Sisi Barat adalah “Amitaba”, sikap tangan “Dyana Mudra” menggambarkan orang sedang bermeditasi. Sisi bagian Selatan “Ratna Sumbawa” dengan sikap tangan “wara mudra”, lambing cinta kasih. sisi bagian utara “amogasidha” dengan sikap tangan “Abaya” Mudra” symbol keperkasaan dan tidak takut terhadap bahaya.

Sekilas menelusuri sejarah, perbincangan mengenai Candi Borobudur tentunya tak lepas dari kisah hidup dan perana Sang Budha Gautama. Banyak relief pada dinding candi yang menceritakan riwayat hidup Budha Gautama sejak lahir sebagai pangeran (Pangeran Sidharta) di taman Lumbini, Nepal. Pangeran Sidharta meninggalkan istana untuk memulai hidup baru sebagai pertapa (Wanaprasta). Dalam pengembaraanya ia sempat bertemu dan berguru pada beberapa pertapa, yaitu Brahmapani, Rydraka, Arada Kalapa dan lima orang lainnya. Rupanya ilmu yang diterima tidak memuaskan sehingga beliau melakukan pertapaan sendiri di bawah pohon Bodhi di kota Bodhgaya, India dan memperoleh pengetahuan tertinggi yang disebut Bodhi. Pangeran Sidharta kemudian mengubah namanya menjadi Budha Gautama.

Relief-relief pada candi dapat dipelajari wisatawan mulai dari pintu gerbang sebelah Timur dan tiap-tiap tingkat berjalan ke kiri. Pintu gerbang berjumlah 24 buah, yaitu 6 buah pada tiap sisi candi yang menuju ke stupa induk. Gapura pada pintu paling bawah sudah tidak lengkap hiasannya kecuali ornament kepalanya yang masih ada. Sedangkan pada gapura ke empat bentuknya sama disebut “Dahsyat” menuju Nirwana. Masing-masing pintu gerbang dijaga oleh arca singa. Singa ini merupakan hewan tunggangan Sang Budha waktu naik ke Nirwana untuk memberitahukan kepada dewa-dewa tentang penjelmaannya yang akan dating sebagai manusia.

Candi Borobudur dari waktu ke waktu terus bertambah usia. Seiring dengan itu, ia harus dirawat bahkan dipugar akibat kerusakan baik oleh pengaruh alam maupun perbuatan manusia. Pekerjaan pemugaran pertama kali dilakukan pada tahun 1907 sampai 1911. Pemugaran kali ini hanya dimaksudkan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Bagian dari temboknya masih tampak miring dan mengkhawatirkan. Gapura-gapura hanya beberapa saja yang dipasang kembali. Begitu pula pagar-pagar langkan, relief, dan patung Budha dibiarkan tak terpasang. Akan tetapi kerusakan makin bertambah. UNESCO sebagai badan PBB yang berkepentingan melindungi dan melestarikan peninggalan sejarah budaya akhirnya turun tangan atas permintaan Pemerintah Indonesia. Prof. Dr. Coremans (Belgia) dikirim ke Indonesia untuk meneliti sebab musabab kerusakannya. Ternyata kesimpulan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ir hujan yang meresap ke dalam tanah dasar bangunan candi melalui celah-celah batu telah membentuk kantong-kantong air, memperlemah daya tahan tanah dan menjadi lunak. Air inilah penyebab utama kerusakan candi.

Referensi Coremans telah mendorong Pemerintah Indonesia dan UNESCO melakukan renovasi yang kedua kalinya antara tahun 1973 – 1983. Dengan selesainya pemugaran ini diharapkan Candi Borobudur dapat bertahan 1.000 tahun lagi.

Kini di kompleks ini telah dibangun Taman Wisata seluas 85 hektar. Pembangunan taman ini untuk meredam, mengatur dan menampung arus wisatawan yang makin banyak jumlahnya serta member fasilitasinformasi, tempat bersantai, dan berekreasi. Dengan demikian taman dapat berfungsi sebagai Sabuk Hijau Pengaman (green safety belt). Bangunan dibuat dengan pola arsitektur tradisional untuk menghidupkan kembali suasana sejarah dan spiritual di sekitar candi.

Ahad, 19 Juli 2009

Sumber : Potensi Wisata Jateng

Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Bogor Agricultural University

Bogor Agricultural University
"Mencari dan Memberi Yang Terbaik"

LDK Al Hurriyyah

LDK Al Hurriyyah
"Inspiration of Togetherness"

FORCES

FORCES
"Go Scientist...!!!"

AGRIA SWARA

Boneka Horta & POTTY

 

Copyright 2009 All Rights Reserved Magazine 4 column themes by One 4 All