CANDI
Perjalanan hidup manusia di muka bumi sungguh unik dan sarat dengan misteri-misteri kebesaran yang patut dikaji secara mendalam. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling tinggi derajatnya disbanding makhluk-makhluk lain karena dibekali akal dan budi kerap melakukan perubahan-perubahan besar dan tanda-tanda ajaib pada lingkungannya. Citra Allah yang melekat pada diri manusia memang ditakdirkan untuk menampakan ke- Mahaan Sang Illahi terhadap seisi bumi.
Karya-karya besar dan agung dating silih berganti dari zaman ke zaman. Pengejawantahan dalam kisah penciptaan bumi dan alam semesta terus berlanjut dan tampak nyata dalam karya dan usaha insane manusia. Rotasi sejarah terus menggelinding dan berputar mengitari kosmos dengan meninggalakan jejak-jejak memori masa silam untuk dikenang sepanjang hayat. Rasanya pertama kali ke lokasi bersejarah ini yaitu saat menduduki sekolah SD, ingin sekali lagi mengunjungi tempat terkenal ini. Jika ada kesempatan, maka akan aku ambil untuk melihat kemegahan bangunan yang terletak di
Kisah-kisah kebesaran masa lampau sesungguhnya tidak hanya dialami oleh suatu masyarakat tertentu di muka bumi melainkan ia menyebar sejagad. Di belahan bumi bagian barat, timur, utara, dan selatan selalu ada tanda-tanda keajaiban yang terkadang sulit dimengerti apabila dikaitkan dengan konteks perkembangan teknologi masa kini dan masa dating. Bangunan-bangunan berupa menara, pyramid, dan candi yang unik, agung, megah, besar, dan menjulang tinggi ke angkasa semuanya dibangun pada saat manusia belum menguasai teknologi. Tercatat ada tujuh keajaiban di dunia dan salah satu di antaranya adalah Candi Borobudur.
Candi Borobudur merupakan salah satu symbol keesaran bangsa
Konon, Candi Borobudur dibangun sebagai tempat bersemedi atau untuk mengheningkan cipta bagi uamat beragama Budha sesuai dengan namanya.
Sejarah menyatakan, candi yang terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ini merupakan candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Syailendra. Dibangun antara abad VII dan IX atau sekitar tahun 850 Masehi oleh Raja Samaratungga. Kini, Candi Borobudur telah mengalami dua kali pemugaran yaitu pertama pada masa penjajahan Belanda antara tahun 1907-1911 yang dilakukan oleh Theodorus Van Erp. Masa renovasi ke dua dilakukan pada tahun 1973-1983 oleh pemerintah
Keajaiban Candi Borobudur terletak pada cara pembuatan dan tata arsitekturnya yang unik. Tidak mudah untuk dimengerti bagaimana cara caranya para pekerja mulai meratakan puncak bukit dan melakukan penggalian tanah tanpa bantuan tenaga mesin, misalnya buldoser. Bagaimana membuat balok-balok batu yang jumlahnya jutaan buah dari batuan andesit, menyusun balok-balok batu yang berat menjadi sebuah bangunan besar bertingkat tujuh tanpa menggunakan teknologi beton bertulang dan semen, merekatkan balok-balok batu hanya dengan putih telur, membuat ratusan arca, ribuan relief cerita dan relief dekorasi. Sulit dibayangkan, berapa banyak tenaga, waktu, dan putih telur yang dipakai untuk keperluan itu. Apalagi lokasi candinya berada di atas bukit yang berketinggian 269 meter dari permukaan laut. Aneh tapi nyata!
Diperhatikan dari kejauhan, Candi Borobudur menyerupai stupa yang merupakan satu kesatuan dari dua bagian atau dua
Dalam garis besarnya, bangunan candi terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, dinamakan “Kamadhatu”, yakni bagian pondasi yang menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsu. Terdapat 160 relief adegan dari Karmawibhangga yang melukiskan tentang hokum sebab akibat. Bagian kedua, dinamakan “Rupadhatu” menggambarkan alam kehidupan manusia yang sudah dapat mengendalikan hawa nafsunya, tetapi masih terikat oleh bentuk. Terdapat empat tingkat atau lorong yang berbentuk bujur sangkar yang dikelilingi pagar langkah pada sisi luar masing-masing. Pada dinding-dinding terlihat relief berisi cerita Sansekerta, Gandawyuha, Lalitawistara, Jataka, dan Awadana. Bagian ketiga disebut “Arupadhatu” mengisahkan alam nirwana atau sunyata, dilambangkan tiga teras berundak berbentuk lingkaran.
Arca Budha yang terdapat di Candi berjumlah 504 buah. Di dalam stupa berlubang dari tiga teras di bawah stupa stupa induk terdapat 72 buah arca yang disebut “Wajra Satwa”. Di dalam relung-relung pada tingkat Rupadhatu terdapat arca sebanyak 432 buah, disebut “Dyani Budha” dimana setiap sisi candi dari tingkat I sampai tingkat IV mempunyai sikap tangan “Mudra”. Sisi sebelah timur adalah “Aksyoba” dengan sikap tangan Bumi “Sparsa” symbol kekuatan iman. Sisi Barat adalah “Amitaba”, sikap tangan “Dyana Mudra” menggambarkan orang sedang bermeditasi. Sisi bagian Selatan “Ratna Sumbawa” dengan sikap tangan “wara mudra”, lambing cinta kasih. sisi bagian utara “amogasidha” dengan sikap tangan “Abaya” Mudra” symbol keperkasaan dan tidak takut terhadap bahaya.
Sekilas menelusuri sejarah, perbincangan mengenai Candi
Relief-relief pada candi dapat dipelajari wisatawan mulai dari pintu gerbang sebelah Timur dan tiap-tiap tingkat berjalan ke kiri. Pintu gerbang berjumlah 24 buah, yaitu 6 buah pada tiap sisi candi yang menuju ke stupa induk. Gapura pada pintu paling bawah sudah tidak lengkap hiasannya kecuali ornament kepalanya yang masih ada. Sedangkan pada gapura ke empat bentuknya sama disebut “Dahsyat” menuju Nirwana. Masing-masing pintu gerbang dijaga oleh arca singa. Singa ini merupakan hewan tunggangan Sang Budha waktu naik ke Nirwana untuk memberitahukan kepada dewa-dewa tentang penjelmaannya yang akan dating sebagai manusia.
Candi Borobudur dari waktu ke waktu terus bertambah usia. Seiring dengan itu, ia harus dirawat bahkan dipugar akibat kerusakan baik oleh pengaruh alam maupun perbuatan manusia. Pekerjaan pemugaran pertama kali dilakukan pada tahun 1907 sampai 1911. Pemugaran kali ini hanya dimaksudkan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Bagian dari temboknya masih tampak miring dan mengkhawatirkan. Gapura-gapura hanya beberapa saja yang dipasang kembali. Begitu pula pagar-pagar langkan, relief, dan patung Budha dibiarkan tak terpasang. Akan tetapi kerusakan makin bertambah. UNESCO sebagai badan PBB yang berkepentingan melindungi dan melestarikan peninggalan sejarah budaya akhirnya turun tangan atas permintaan Pemerintah
Referensi Coremans telah mendorong Pemerintah
Kini di kompleks ini telah dibangun Taman Wisata seluas 85 hektar. Pembangunan taman ini untuk meredam, mengatur dan menampung arus wisatawan yang makin banyak jumlahnya serta member fasilitasinformasi, tempat bersantai, dan berekreasi. Dengan demikian taman dapat berfungsi sebagai Sabuk Hijau Pengaman (green safety belt). Bangunan dibuat dengan pola arsitektur tradisional untuk menghidupkan kembali suasana sejarah dan spiritual di sekitar candi.
Ahad, 19 Juli 2009
Sumber : Potensi Wisata Jateng
Bookmark this post: | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
0 komentar:
[+/-]Click to Show or Hide Old Comments[+/-]Show or Hide Comments
Posting Komentar