Kamis, 06 Agustus 2009

WADUK KEDUNGOMBO Ahad, 21 Juni 2009




Mendengar kata Kedungombo tentunya pikiran orang langsung terarah kepada sebuah waduk yang berukuran raksasa. Pasalnya, waduk ini sempat menggegerkan bahkan mewarnai pentas politik nasional di akhir tahun delapan puluhan dan awal tahun Sembilan pulu puluhan. Bukan itu saja, pihak-pihak asing terutama Negara-negara maju mengungkit-ungkit masalah ini hamper di setiap forum internasional. Paeristiwa penggusuran 37 desa yang terkena pembangunan waduk diklaim telah melanggar hak asasi manusia. Mereka hanya melihat sisi negatifnya padahal sesungguhnya ada dampak positif yang lebih besar. Kesejahteraan masyarakat sudah pasti meningkat. Tidak hanya 37 desa melainkan ratusan desa dapat memanfaatkan sumber daya waduk ini untuk kebutuhan mereka di berbagai sektor.
Niat untuk pergi ke waduk ini muncul setelah kami menghadiri Seminar Kecil di Desa Wonosari, tentu aku sangat mendukung karena sudah pernah mendengar namanya namun tidak pernah dating mengunjunginya. Perjalanan yang dianggap dekat dengan lokasi pertama kami ternyata masih jauh untuk menempuhnya saat bertanya dengan pedagang bensin yang dikunjungi. Waduk ini terletak di Grobogan, Purwodadi tidak dekat dengan Wonosari, Kabupaten Blora. Tetapi ada rasa penasaran yang tinggi muncul di benak diri, sehingga akan tetap kami lanjutkan pergi ke obyek wisata buatan tersebut. Dengan semangat yang membara maka jarak yang jauh dan menelan waktu yang berjam-jam tetap kami lalui dengan rasa senang.


Waduk Kedungombo berlokasi pada pertemuan tiga kabupaten yakni Boyolali, Sragen, dan Grobogan. Luas areal seluruhnya 5.898 hektar dengan genangan 46 km2 dan volum air sebesar 731.000.000 m2. Panjang bendungan uatmanya 1,6 km, lebar bagian atas dan bawah masing-masing 12 meter dan 382 meter. Tinggi elevasi puncak 96 meter dan tinggi di atas pondasi terendah 66 meter. Badan bending terdiri dari urugan batu, clay dan tanah khusus dari Juangi yang kedap air, seluruhnya berjumlah 7.000.000 m2 (Sumber : Krida Wiyata 160). Awalnya dibangun khusus untuk mengendalikan banjir daerah serang bawah, yaitu Welahan Bum, Kedung Semat, Lembah Juana dan Glapan Sedadi yang disebabkan oleh air sungai Serang. Akan tetapi dengan berfungsinya Kedungombo, sekarang airnya dapat mengairi sawah sekitar 60.000 hektar. Di samping itu, air waduk yang digunakan juga sebagai pembangkit listrik (PLTA) dan sumber air minum yang dikelola PDAM.


Sebagai obyek wisata, kawasan ini menawarkan sejuta pesona keindahan alamnya yang khas. Ketika masih dalam perjalanan dari Blora menuju obyek ini, kami sudah terhanyut dalam kesejukan alami, kesejukan alam lingkungan tempo dulu yang didambakan segenap manusia masa kini terutama masyarakat kota yang selalu dihantui ketegangan, kejenuhan, kebosanan oleh beban dan rutinitas kehidupan kota. Perjalanan ini ternyata melewati jalan yang berliku terdapat jalan yang halus tetapi ketika kami sampai di tujuan terdapat jalan terjal yang dilewati. Itu menjadi biasa karena sebelumnya kami telah melalui jalan yang berbeda rasanya. Untuk menuju obyek tidak ada salahnya jika kita bertanya pada polisi yang menjag di pos keamanan. Baru pertama kalinya kami ke sana, tentu tidak mengetahui jalan sebenarnya sehingga ada percakapan sebentar dengan polisi setempat. Memang perut ini telah terisi makanan khas Grobogan setelah seharian mengikuti seminar, tetapi masih ada rasa ingin mengunjungi obyek yang dianggap dekat dengan Wonosari.


Kendatipun jarak yang ditempuh dari Blora ke Kedungombo, Grobogan cukup jauh namun suasana terik matahari yang menyengat tidak terasa. Sepanjang perjalanan, di kanan kiri jalan ada hutan jati dan sedikit mahoni yang selalu memberi keteduhan dan memancarkan oksigen segar. Tumbuh pula pepohonan dan rumput yang membentuk semak belukar yang tidak kami ketahui namanya tetapi tidak kami temui di Blora. Jalanan yang retak-retak dan ditumbuhi rerumputan kecil kami lalui dengan hati-hati sepertinya seperti telah terjadi gempa bumi di lokasi ini.


Begitu memasuki kawasan wisata utama, para wisatawan akan merasa seolah dibawa kepada alam kehidupan lain. Dari pintu gerbang memandang ke timur tampak hutan wisata dengan latar belakang air Waduk Kedungombo yang indah. Kebetulan kami sampai di sore hari jadi suasana matahari tenggelam terasa hangat dirasakan. Untuk menuju obyek di pintu gerbang terdapat kantor kecil yang berisi penjaga yang menariki ongkos masuk wisata. Paerpaduan antara nuansa lami dengan panorama buatan hasil kreasi manusia sangat menakjubkan. Di sinilah misteri kenesaran dan kemahakuasaan Allah Sang Pencipta Alam Semesta sungguh terjelma dan tampak nyata untuk mengisi “kehausan jiwa” para wisatawan. Suatu pemandangan unik bagaikan langit dan bumi bertemu menyatu dalam satu pesona yang tersalur dan terwujud melalui akal budi manusia.


Pintu gerbangnya ternyata ada banyak namun kami tidak bingung karena cukup melalui jalan yang lurus maka sampailah ke tujuan. Parkiran sepeda motor menunggu kami untuk menjaga keamanan kendaraan yang dibawa. Tentunya kami ditarik biaya parkir hanya untuk merasakan indahnya danau buatan manusia ini. Waktu sebentar kami sempatkan untuk melihat genangan air raksasa yang memenuhi waduk. Karena kami bertiga pun belum menjalani sholat asar. Saatnya mencari musolla yang disediakan di sana,akami pun sempat salah tempat yang dikira musolla ternyata kantor pusat obyek wisata. Monyet yang nakal ditemukan di lokasi yang dikunjungi tentu ada rasa ingin berfoto dengan hewan itu. Tetapi karena begitu lincahnya monyet menjauhi dan hamper menyerang kami ketika didekati. Akhirnya rencana kami gagal, mungkin karena monyet tersebut kurang akrab dengan pengunjung yang baru dikenal. Menurut penjaga yang kebetulan duduk di depan kantor menyatakan bahwa sesungguhnya jumlah monyet yang dilepas di obyek ada tiga ekor. Karena mengganggu warga maka tinggal satu yang masih hidup di areal wisata. Kemungkinan monyet yang lain mati atau lari ke wilayah perumahan warga.


Pertanyaan kami sampaikan kepada pemilik warung yang berjualan di dekat waduk untuk mencari letak musolla sebenarnya. Sebelumnya kami melihat sebuah monument yang berdiri megah di wilayah Waduk Kedungombo. Banyak pengunjung yang dating untuk menikmati segarnya waduk yang indah pemandanganya. Kebanyakan mereka mengajak keluarga dan mengendarai angkutan umum atau bus yang berjurusan di obyek ini. Ternyata musolla terletak di dekat rimbunan taman yang bereaneka buah-buahan tumbuh. Sebelahnya terdapat kebun binatang kecil yang berisi monyet, merak, bebek, dan sebagainya. Tiba-tiba kami menemukan hewan yang aneh yang juga penurut. Namanya tidak diketahui, karena hewan tersebut sebesar kambing, mirip babi hutan, pemakan tumbuhan tetapi bergigi taring, dan memiliki tanduk seperti rusa serta warna bulunya coklat. Coba teman pernah menemukannya atau tidak, sepertinya ini hewan langka. Hanya ada satu ekor yang berada di kandang namun jinak jika didekati. Musolla kecil yang berada di dekat taman kami gunakan untuk menunaikan shalat asar dan cukup ramai yang memanfaatkanya. Taman yang indah dan ditumbuhi buah-buahan seperti sawo, asam jawa, mangga, dan lain-lain. Teman kami tertarik dengan pohon sawo yang tumbuh maka beberapa buah dipetik untuk dibawa pulang.


Waktu akan menjelang malam tetapi kami sempatkan untuk menelusuri obyek wisata. Di pinggir waduk terdapat tempat khusus untuk memancing. Biasanya para bapak atau remaja meluangkan waktu unuk mencari ikan di genangan air yang luas. Perahu sewaan juga menunggu para wisatawan yang ingin merasakan segarnya di atas air. Rute waduk mengantarkan ke tempat yang khusus bagi orang yang berkepentingan saja. Tentu kami sebagai pendatang tidak diperkenankan ke sana padahal pemandangannya sungguh indah dan dari tadi ada rasa penasaran untuk mengunjunginya. Jalur ini juga digunakan untuk kereta-keretaan yang biasa diboncengi anak-anak. Pada pintu masuk kebetulan terbuka maka kami langsung memasuki wilayah yang sebenarnya tidak boleh dikunjungi wisatawan. Indah rasanya bisa melihat matahari tenggelam di sela-sela genangan air waduk. Satpam yang menjaga tiba-tiba menutup gerbang saat kereta-keretaan keluar dari wilayah. Rasa panic muncul di hati kami maka langkah ini segera meninggalkan tempat yang indah itu.


Wana wisata Kedungombo yang merupakan primadona di kawasan ini begitu menawan. Obyek yang terletak di desa Ngeboran ini barangkali dibuka dengan harapan agar wisatawan yang dating untuk menyaksikan dari dekat Waduk Kedungombo merasa aman, nyaman, dan betah. Pepohonan jati dan mahoni yang tertata rapi menawarkan suatu kenikmatan tersendiri. Sebagai daya tarik wisatawan, di dalam hutan wisata tersebut dilengkapi dengan tempat duduk dan tempat peristirahatan, tempat informasi, sarana bermain, pemancingan, musolla, gardu pemandangan atau shelter, sarana air bersih, dan toilet. Tempat parker kendaraan bermotor roda dua dan roda empat persis di tepi waduk atau di depan tempat peristirahatan. Satu hal yang menarik juga bahwa di dalam lokasi wana wisata disediakan tempat khusus untuk wisatawan yang hendak berkemah.


Selasa, 14 Juli 2009
Sumber : Potensi Wisata Jawa Tengah
Observasi dan pengambilan foto obyek
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Bogor Agricultural University

Bogor Agricultural University
"Mencari dan Memberi Yang Terbaik"

LDK Al Hurriyyah

LDK Al Hurriyyah
"Inspiration of Togetherness"

FORCES

FORCES
"Go Scientist...!!!"

AGRIA SWARA

Boneka Horta & POTTY

 

Copyright 2009 All Rights Reserved Magazine 4 column themes by One 4 All